Hujan Di Akhir November Antara Jakarta Dan Bandung

Aku tak selalu memintamu ada bersama di dalam kereta ketika aku pulang ke Bandung. Tak harus menemani rintik hujan dibalik jendela. Berjejeran di kereta yang hampir setiap jam ada dari Gambir menuju Bandung. Kamu cukup menunggu dirumah dengan segelas minuman hangat, handuk kecil dan senyum manismu.

Dan seperti biasanya, tiap menjelang akhir pekan datang aku ingin segera pulang. Setelah selesai jam kantor di hari Jumat, ketika tidak terlalu capek dan meribetkan, aku pasti ingin segera menemuimu, istriku. Kurapikan beberapa baju ganti, kusiapkan satu stel seragam kantor untuk esok senin, kuacuhan beberapa ajakan teman untuk bermalam minggu di Jakarta, kubiarkan semua tawaran nenda di alam tanpa ada aku hadir disitu. Jakarta sudah sangat cadas, inginku kau belai marahku dengan kelembutan.
Hujan dari Gambir, membawa suasana yang layak dipertahankan. Duduk di kursi kereta bersama orang orang baru kulihat, orang orang dengan bermacam urusan. 3 jam yg akan mempersingkat rindu, dan serentetan kesejukan lain yg kusuka ketika melewati timur Purwakarta, Cikalong, Padalarang… rintik diluar sangat harum, beribu tahun tak akan bosan menemuinya.

Bandungpun tak jauh beda, disini pasti lebih curah. Cucuran yg pasti membuat basah ketika cuma berjalan 5meter. Tapi aku tak peduli, semua akan digantikan oleh peranmu dirumah. Sebenarnya bisa saja memintamu menjemputku dengan mobil tua yg ada di garasi, tp tidaklah… masih cukup banyak tukang ojek atau angkot yang tekun mencari rejeki sesampainya aku tiba di Bandung.
Sesampai Buah Batu, tak butuh banyak menit untuk berjalan kaki. Dengan sedikit basah dan butiran butiran hujan dirambut aku sampai rumah. Disambut oleh perutmu yg tampak membesar, kehamilanmu di 3 bulan. Handuk kecil bermotif yinyang, teh hangat dalam cangkir bertulis “The Beatles” kesukaanku. Ah kamu cantik sekali, senyumu tak berubah dari pertama aku lihat. Cium dan pelukan yg meluruhkan segala sukar. Benar benar dengan beribu doa aku mendapatkanmu, aku takluk dengan kekuranganmu, apalagi tidak bersyukur akan kelebihanmu, itu tidak pernah.

Selalu ingin, Jumat malam yg selalu ada di rumah, atau sabtu pagi ketika bangun tidur sudah berada disampingmu.

Andaipun itu jadi masalah, biar itu urusan kami. Dan pastinya telah kami selesaikan sebelum kami berada di tahap ini. Kami sadar kami berbeda, namun tak sanggup untuk berjeda. Kesalahan di hari lalu dari masing-masing kami sebelum bertemu, telah kami ubah menjadi obrolan hangat dimanapun kami duduk. Bercanda, bersandar, hingga mencubit dan saling mengacak-acak rambut. Lantas menjadikan pelukan itu terapi, tak saling berucap namun menenangkan. Kami tidak pernah merasa sehebat ini, sebelum berjanji untuk tidak saling meninggalkan, walaupun pasti akan ada kesalahan-kesalahan di depan sana. Kalian tak perlu risau, cukup mendengar jika diantara kami ingin mengabarkan

to be continued…